KBS – Cakupan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek), khususnya bagi pekerja informal hingga kini masih sangat minim.
Pekerja informal menghadapi sejumlah hambatan dalam mengakses jaminan sosial, mulai dari skema iuran yang belum fleksibel, rendahnya literasi, hingga minimnya insentif untuk mendaftar mandiri. Tercatat, baru sekitar 11,99 persen pekerja informal yang terlindungi BPJS Ketenagakerjaan.
“Padahal, perlindungan sosial bukan beban, melainkan kebutuhan mendasar bagi setiap pekerja,” ujar Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli. Adapun pemerintah menargetkan cakupan kepesertaan Jamsostek mencapai 99,5 persen pada tahun 2045, sejalan dengan visi Universal Social Protection.
Menaker Yassierli menekankan perlunya sinergi multipihak yang melibatkan pemerintah daerah, asosiasi, serikat pekerja, hingga pelaku UMKM. Menaker menekankan pentingnya digitalisasi layanan guna memudahkan pendaftaran dan pembayaran iuran melalui berbagai kanal, seperti QRIS dan dompet digital.
Selain itu, kampanye publik berbasis komunitas dengan pendekatan sederhana akan efektif meningkatkan kesadaran pekerja informal terhadap manfaat jaminan sosial. “Kolaborasi lintas sektor adalah kunci. Pemerintah berkomitmen menghadirkan perlindungan yang cepat, santunan yang tepat, dan layanan yang mudah diakses agar kepercayaan masyarakat terhadap sistem jaminan sosial semakin meningkat,” kata dia.
Jaminan sosial diharapkan benar-benar menjadi jaring pengaman bagi pekerja dan keluarganya. Karena itu, model kolaborasi yang sedang dibangun perlu diperbesar agar menjangkau lebih banyak pekerja.