KBS – Koalisi Buruh Sawit (KBS) mencatat tenaga kerja di perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah mencapai lebih 18 juta orang dengan jumlah buruh perempuan sekitar 7,6 juta buruh.
Buruh kelapa sawit memiliki peran penting dalam produksi minyak mentah atau Crude Palm Oil (CPO) karena buruh lah yang merawat hingga memanen kelapa sawit. Namun, buruh perkebunan kelapa sawit seringkali dihadapkan dengan risiko kecelakaan kerja dalam menjalankan pekerjaannya.
Hasil penelitian Trade Union Rights Centre pada 2020 menyatakan bahwa kecelakaan kerja paling sering dialami oleh buruh di bagian pemanen dan pembrondol, seperti kaki tertusuk duri dan luka di bagian wajah atau kepala akibat tertimpa dahan pohon kelapa sawit. Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di perkebunan kelapa sawit juga tidak menjadi prioritas utama, baik bagi perusahaan maupun buruh.
Berdasarkan data kecelakaan kerja dan Penyakit Akibat Kerja (PAK) dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan pada 2021, tercatat ada 234.370 kasus yang menyebabkan kematian 6.552 buruh. Angka tersebut meningkat 5,7 persen dibandingkan dengan tahun 2020. Data yang demikian menunjukkan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan aspek penting dalam usaha meningkatkan kesejahteraan serta produktivitas buruh.
Apabila tingkat keselamatan kerja tinggi, kecelakaan yang menyebabkan sakit, cacat, dan kematian dapat ditekan sekecil mungkin. Apabila keselamatan kerja rendah, hal tersebut akan berpengaruh buruk terhadap kesehatan buruh dan mengakibatkan produktivitas buruh menurun. Oleh karena itu, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menjadi aspek yang penting untuk dilihat ketersediaannya, kelayakannya, dan skema penangannya.
Sangat disayangkan sebab pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tidak dibarengi dengan pemenuhan hak-hak Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di perkebunan kelapa sawit. Memang sudah ada peraturan perundang-undangan beserta peraturan pelaksanaanya terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), tetapi Indonesia belum meratifikasi beberapa Konvensi ILO yang bisa memperkuat legalitas Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bagi semua orang yang dipekerjakan.
Ketentuan peraturan perundang-undangan yang lama seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pun sudah tidak relevan dengan kondisi Indonesia saat ini dan hanya memuat ketentuan umum.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sendiri belum optimal dalam memberikan perlindungan bagi buruh perkebunan kelapa sawit, padahal mereka menghadapi kondisi kerja yang lebih rumit. Contohnya, mayoritas buruh sawit berstatus Buruh Harian Lepas (BHL), upah lebih rendah daripada ketentuan upah minimum, target kerja yang tinggi, dan tidak memiliki akses jaminan sosial.
Sejalan dengan itu, Koalisi Buruh Sawit (KBS) yang tergabung dalam International Palm Oil Workers United (IPOWU) bersama lembaga riset Profundo telah melaksanakan penelitian pada tahun 2024 telah mendalami dan melakukan penelitian mengenai kondisi K3 di perkebunan kelapa sawit.
Khususnya pada dampak penggunaan bahan agrokimia di perkebunan kelapa sawit yang mana diketahui telah membawa resiko dan berdampak terhadap kesehatan buruh perkebunan kelapa sawit. Hasil temuan penelitian dampak penggunaan bahan agrokimia di perkebunan kelapa sawit mengungkapkan sejumlah fakta risiko penggunaan bahan agrokimia terhadap buruh perkebunan kelapa sawit, minimnya perlindungan buruh sawit dan tantangan yang harus dihadapi oleh buruh perkebunan sawit terhadap paparan bahan agrokimia.
Penelitian tersebut juga memberikan rekomendasi yang ditujukan pada pemerintah, pengusaha, buyer, dan organisasi seperti RSPO, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) untuk mendorong adanya perbaikan kondisi kerja di perkebunan kelapa sawit.
Koalisi Buruh Sawit (KBS) yang merupakan koalisi yang dibentuk untuk memperjuangkan hak buruh sawit di Indonesia terus memperjuangkan kondisi K3 di perkebunan kelapa sawit sebagai upaya dalam menciptakan kerja layak di perkebunan kelapa sawit. Adapun upaya tersebut dengan mengadakan Nasional Multistakeholder Dialog “Pemaparan Dampak Penggunaan Bahan Agrokimia dan Kondisi K3 di Perkebunan Kelapa Sawit”.
Kegiatan ini bertujuan untuk mempertemukan berbagai pemangku kepentingan seperti buruh, serikat buruh, pengusaha, dan pemerintah untuk mendiskusikan dan mencari solusi bersama dalam memperbaiki kondisi K3 di perkebunan kelapa sawit. Selain itu juga, tujuan kegiatan ini sebagai wadah dalam bertukar gagasan dan ide dalam perbaikan kondisi kerja layak di perkebunan kelapa sawit Indonesia.
Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian RI menyatakan bahwa luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia sebesar 15,38 hektar dengan total produksi minyak sawit mencapai 48,23 juta ton.
Dengan luas areal dan jumlah produksi minyak sawit tersebut, industri kelapa sawit menyerap sekitar 16,2 juta tenaga kerja. Dengan banyaknya tenaga kerja ini, perlu berbagai Langkah agar meminimalkan kecelakaan kerja di perkebunan.