Industri sawit merupakan sektor strategis dalam perekonomian Indonesia. Sebagai produsen dan eksportir terbesar di dunia, perkebunan sawit menyerap jutaan tenaga kerja dan berkontribusi signifikan pada pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, di balik peran pentingnya, masih banyak persoalan serius terkait pemenuhan hak buruh sawit yang belum terselesaikan.
Kerja Layak Sebagai Hak Dasar
Kerja layak (decent work) adalah hak asasi manusia di bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Buruh berhak atas upah minimum, jam kerja dan istirahat memadai, kondisi kerja aman dan sehat, serta jaminan sosial. Sayangnya, hak-hak ini belum sepenuhnya dipenuhi di sektor perkebunan sawit.
Pelanggaran yang umum terjadi meliputi:
Tidak adanya kepastian hubungan kerja
Upah rendah dan tanpa tunjangan lembur
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang diabaikan
Pembatasan kebebasan berserikat
Praktik kerja paksa dan buruh anak
Hak pesangon yang tidak dipenuhi
Fasilitas tempat tinggal buruh yang tidak layak
Fakta Lapangan: Pelanggaran yang Berulang
Penelitian The PRAKARSA pada beberapa perusahaan besar di Kalimantan Barat dan Sulawesi Tengah menemukan berbagai bentuk pelanggaran. Buruh sering bekerja dengan target tinggi tanpa lembur, bahkan melibatkan anggota keluarga termasuk anak-anak. Buruh juga menanggung sendiri biaya alat kerja, sementara upah yang diterima seringkali jauh dari layak.
Kondisi ini menunjukkan lemahnya perlindungan hukum dan pengawasan ketenagakerjaan di sektor sawit. Dengan jumlah pengawas yang terbatas, banyak pelanggaran tidak tersentuh oleh hukum.
Standar Keberlanjutan yang Belum Efektif
Indonesia memiliki skema sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), sementara di tingkat global ada RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil). Keduanya seharusnya menjamin prinsip keberlanjutan, termasuk perlindungan buruh. Namun, dalam praktiknya asesmen sering tidak berpihak pada buruh, sehingga pelanggaran tetap berulang.
Lebih jauh, regulasi ketenagakerjaan nasional seperti turunan UU Cipta Kerja dinilai belum kontekstual dengan kondisi buruh sawit. Indonesia juga belum meratifikasi Konvensi ILO No. 110 tentang kondisi kerja buruh perkebunan, yang padahal sangat relevan.
Jalan Keluar: Rekomendasi Kebijakan
Untuk memastikan hak buruh sawit terpenuhi, beberapa langkah penting perlu dilakukan:
Pemerintah
Membuat aturan khusus perlindungan buruh perkebunan sawit melalui Permenaker.
Memperkuat pengawasan dengan melibatkan serikat pekerja dan organisasi masyarakat sipil.
Menetapkan upah minimum sektoral dan target kerja yang wajar.
Investor dan Buyer
Tidak hanya bergantung pada laporan resmi, tetapi juga memverifikasi melalui media, laporan LSM, dan serikat buruh.
Menghentikan pembiayaan atau kontrak dengan perusahaan sawit yang terbukti melanggar hak buruh.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Meningkatkan pemahaman industri keuangan terkait sawit berkelanjutan dengan memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola (LST).
Serikat Pekerja
Memperkuat kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk memperjuangkan hak buruh sawit.